Menebak Pasca Invasi Rusia ke Ukraina

  • Whatsapp
Rusia Ukraina

Penulis: Marwan (Mahasiswa S2 Hubungan Internasional UI dan pengurus Center for Global Studies, RPI)

Setelah diawali dengan berbagai ketegangan, akhirnya Rusia mendeklarasikan perang terhadap Ukraina pada Kamis (24/02/2022). Sebagai negara yang berdaulat, Ukraina melakukan perlawanan mempertahankan negaranya. Dalam perang ini, terdapat dua narasi yang berkembang. Bagi Rusia, hal ini adalah langkah untuk membantu Republik Donetsk dan Luhansk dari serangan Ukraina. Pasalnya, dua negara yang baru diakui oleh Rusia sebagai negara berdaulat ini, telah meminta kehadiran Rusia untuk mempertahankan negaranya dari gangguan tentara Ukraina (oleh Ukraina keduanya masih bagian dari Ukraina). Sehingga bagi Rusia, perang tersebut disebut dengan operasi spesial untuk mendemiliterisasi Ukraina. Narasi kedua adalah invasi Rusia atas Ukraina. Narasi ini digunakan oleh media-media barat dan pemimpin-pemimpin barat. Bagi mereka, Rusia adalah agresor yang haus akan kekuasaan. Alhasil, barat memberikan sanksi diplomatik dan ekonomi yang cukup massif terhadap Rusia.

Di balik Rusia Menyerbu Ukraina

Jika kita menelisik kebelakang, apa yang dilakukan Rusia tidak bisa lepas dari sejarah perang dingin dan keruntuhan Blok Uni Soviet (Blok Timur) di bawah pimpinan Rusia. Hal ini juga ditegaskan oleh Putin dalam berbagai pernyataan. Secara garis besarnya, Putin ingin menegaskan bahwa apa yang dilakukan pada Ukraina merupakan bentuk perlawanan atas barat yang tergabung dalam NATO. Sebagaimana diketahui NATO merupakan pakta pertahanan keamanan yang dibentuk di era perang dingin oleh negara-negara Blok Barat. Di pihak lain, di Blok Timur, terdapat Pakta Warsawa. Kedua organisasi kerja sama keamanan dan militer ini bersaing satu sama lain.

Dalam perkembangannya, Rusia sebagai ahli waris Uni Soviet ternyata mulai bangkit secara ekonomi dan militer. Rusia ingin tampil kembali sebagai aktor penting dalam menyusun arsitektur keamanan, ekonomi dan politik global. Rusia ingin mengembalikan kembali “arwah” Uni Soviet menjadi salah satu kekuatan utama dalam percaturan global. Sementara itu, barat tidak ingin hal tersebut terjadi. Upaya barat untuk mengizinkan bahkan mengajak negara eks-Uni Soviet untuk bergabung dalam Uni Eropa maupun NATO merupakan upaya untuk menggagalkan cita-cita Rusia tersebut.

Dengan kata lain, mental perang dingin antara Rusia (representasi Blok Timur) dan barat kini sedang berlangsung dan medan pertarungan yang jelas, ada pada Ukraina. Barat memang tidak hadir secara langsung. Namun kehadiran mereka dapat dilacak saat kudeta 2014 terhadap Presiden Viktor Yanukovich yang pro Rusia. Pasca kudeta, tampil presiden baru yang pro barat. Arah politik Ukraina pun berubah. Secara perlahan, Ukraina mulai condong ke barat dan meninggalkan Rusia. Bahkan untuk menghilangkan jejak Rusia (Uni Soviet), patung Lenin, salah satu tokoh penting dalam Uni Soviet, dirobohkan. Di 2015, Ukraina menetapkan dalam konstitusinya bahwa bahasa Rusia tidak lagi menjadi bahasa nasional Ukraina.

Perkembangan ini membuat Rusia semakin berang. Apalagi jika Ukraina berhasil bergabung dalam NATO, menyusul negara-negara eks-Uni Soviet yang telah duluan bergabung. Secara otomatis ancaman terhadap Rusia dengan keberadaan NATO di Ukraina semakin terasa karena wilayahnya berbatasan langsung dengan Rusia. NATO dengan mudah menempatkan peralatan militer dan militernya di wilayah Ukraina sehingga Rusia akan semakin terkepung dan terancam.

Isu keamanan ini yang berulang kali disampaikan oleh putin dalam proposal negosiasinya. Namun, tidak diindahkan oleh barat. Putin ingin agar NATO berhenti berekspansi ke wilayah Eropa Timur atau ke negara-negara bekas Uni Soviet. Bahkan Putin merasa telah dibohongi oleh NATO akan janji untuk berekspansi tersebut. Karena terjadi kebuntuan diplomasi sehingga pilihan untuk menyerang Ukraina diambil. Usaha untuk menguasai Ukraina sebenarnya sudah dilakukan pada 2014 pasca kudeta Presiden Viktor Yanukovich dengan mengambil alih Semenanjung Krimea dari Ukraina melalui referendum masyarakat Krimea yang mayoritas memilih ke Rusia dan meninggalkan Ukraina. Oleh barat referendum tersebut merupakan sebuah aneksasi Rusia atas Krimea (Ukraina).

Jika Rusia Menang

Dalam perang yang dilakukan, Rusia sudah paham akan resiko yang akan dihadapi termasuk sanksi ekonomi yang akan membuat performa ekonominya cukup terdampak. Namun, isu keamanan – kecondongan Ukraina pada barat dan ekspansi NATO – dianggap menjadi prioritas. Bahkan dalam pidato Putin sebelum melancarkan perang, ditegaskan bahwa solusi diplomasi tetap terbuka namun tidak akan menegosiasikan masalah keamanan negaranya. Sebagai mantan agen KGB (Badan Intelijen Uni Soviet) bahkan pernah menjadi Kepala FSB (Penerus KGB), Putin tentu sangat paham dengan dinamika politik di kawasannya. Sehingga pilihan ini diambil dengan segala resiko yang menyertai, meski banyak pihak menganggap Putin sedang mengulang kesalahan Uni Soviet.

Namun bagaimana hasil akhir dari perang ini? Masih belum bisa dipastikan. Namun, secara kapasitas militer Rusia jauh di atas Ukraina sehingga Rusia merasa superior. Dalam perkembangannya, Putin telah menyerukan kepada militer Ukraina agar melepaskan senjata dan pulang ke rumah meninggalkan perang sehingga tidak ada pertumpahan darah. Lebih lanjut, Putin menyerukan kepada militer Ukraina agar mengambil alih kekuasaan dari tangan Presiden Volodymyr Zelensky. Rusia melihat Ukraina dalam kontrol barat yang dipimpin oleh Amerika dan kelompok kanan ekstrim yang disebutnya dengan Neo-Nazi. Dari sini bisa dikatakan tujuan Putin ialah untuk mengendalikan Ukraina sehingga masuk dalam kontrol rusia atau tidak lagi pro pada barat. Oleh karena itu, jika Rusia berhasil memenangkan perang, maka akan ada presiden boneka di bawah kontrol Rusia.

Di internal Ukraina juga akan berhadapan dengan tantangan yang cukup pelik. Sentimen anti-rusia akan semakin mengental di Ukraina. Meskipun Rusia berhasil menaklukan Kyiv, Ibu Kota Ukraina, tidak serta merta semua rakyat Ukraina akan tunduk. Tidak semua militer Ukraina akan berhenti berjuang untuk menghentikan Rusia. Tidak menutup kemungkinan juga, akan lahir milisi-milisi sipil yang akan melawan Rusia. Apalagi telah banyak relawan sipil yang ikut terlibat dalam perang melawan Rusia. Seperti halnya invasi Amerika ke Taliban Afghanistan yang sampai sekarang masih membuat Afghanistan kesulitan membangun stabilitas ekonomi dan politik. Kondisi yang sama sangat memungkinkan terjadi.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1,308 comments

  1. Pingback: usdt
  2. Pingback: ephedrine for sale
  3. I do trust all the ideas you’ve introduced to your post.
    They’re really convincing and can definitely work.
    Nonetheless, the posts are very brief for beginners. Could you please
    lengthen them a bit from next time? Thanks for the post.

  4. Hi, I do think this is an excellent website.
    I stumbledupon it 😉 I may revisit once again since I book-marked it.
    Money and freedom is the greatest way to change, may you be rich
    and continue to guide other people.

  5. Pingback: superkaya88
  6. Melhor aplicativo de controle parental para proteger seus filhos – Monitorar secretamente secreto GPS, SMS, chamadas, WhatsApp, Facebook, localização. Você pode monitorar remotamente as atividades do telefone móvel após o download e instalar o apk no telefone de destino.