Menulis Adalah Perkara Berlatih

Oleh: Maghdalena

Sudah sejak lama saya diminta oleh Bang Ismawan As untuk mengisi kelas menulis untuk rekan-rekan beliau di Sulawesi Selatan.

Read More

Sewaktu beliau meminta saya untuk mengajar menulis itu, sebenarnya saya cukup heran juga. Saya bertanya-tanya dalam hati, “Kenapa saya? Apa yang menonjol dari saya?”

Kalau dikatakan saya sering menulis untuk diunggah di fesbuk, itu benar. Memang saya senang menulis dan mengunggah tulisan-tulisan di media sosial. Tapi saya sadar, tulisan itu ya … alakadarnya saja. Tidak ada ilmu khusus atau teknis khusus yang cukup nyentrik dan ajaib yang beda dari yang lainnya.

Pun, kalau dilihat dari buku karya-karya saya, juga belum banyak. Saya baru menerbitkan 1 buku solo dan 8 antologi. Bukan jumlah yang ‘wah’ kalau dibandingkan dengan para penulis lain yang sudah menerbitkan belasan bahkan puluhan buku.

Saya pun merekomendasikan beliau untuk meminta kesediaan beberapa nama yang memang sudah senior dan sudah malang melintang dan teruji di dunia kepenulisan untuk dijadikan narasumber. Jangan saya, itu maksudnya.

Ini sih, sebenarnya bukan karena saya minder. Bukan. Saya hanya mencoba realistis saja. Karena dalam dunia menulis ini saya seyogianya juga masih harus banyak belajar. Dan menjadi pengajar tentang menulis belum kapasitas saya. Menurut saya, lho ini. Saya diamkan beliau untuk beberapa waktu. Berharap dia lupa. Ha-ha-ha. Eh, tenyata nggak, gaess. Tak lama beliau WA lagi, mengingatkan. Ngakak deh saya. Nggak berhasil nih, strateginya. Akhirnya, saya iyakan juga. Dan kami pun menetapkan tanggal.

Namun saya sampaikan ke beliau, bahwa saya tidak akan membeberkan terlalu banyak teori. Karena saya yakin, mereka tentu telah banyak membaca atau mengikuti pelatihan-pelatihan menulis sebelumnya. Minimal sudah mendapatkan banyak ilmu dan teori kepenulisan.

Alhasil, semalam pada waktu yang telah disepakati, di zoom meeting, setelah memberikan motivasi singkat pada para peserta, saya kemudian memandu mereka untuk langsung praktik. Dengan tema “Menulis Hal Menarik Dalam Keseharian”.

Saya membuatkan outline dan panduan sederhana untuk para peserta. Kemudian pada setiap outline, saya tugaskan mereka menuliskan minimal empat kalimat yang berkaitan dengan outline yang saya berikan. Saya berikan waktu dua menit untuk menulis. Dan saya tungguin dong. Kayak mandor. Ha-ha-ha. Saya mencoba mengarahkan mereka untuk menuliskan apa saja yang terlintas di kepala mereka saat itu. Tanpa memedulikan kesalahan ketik, ejaan, dan lain sebagainya. Karena memang targetnya adalah bagaimana mereka bisa menuliskan apa yang terasa di kepala ke dalam goresan tangan.

Dan di akhir, ketika semua outline selesai ditulis, dan saya suruh mereka untuk share screen hasil tulisan mereka, voila! … saya takjub.

Tulisan mereka keren-keren sekali. Mengalir dan enak dibaca. Memang ada kesalahan ejaan, saltik dan lain-lain sana sini, tapi itu bisa dibereskan belakangan. Begitulah saya memandu mereka semalam. Dengan harapan, selanjutnya mereka akan terbiasa untuk menuliskan apa saja yang terpikir di kepala mereka, tanpa harus khawatir ini dan itu, “duh, jangan-jangan ini salah”, “ini ejaannya benar atau tidak, ya? “, “nanti kalau salah bagaimana?”, “kalau nggak ada yang mau baca gimana?”

Saya mencoba memangkas dan mengabaikan semua pertanyaan itu. Karena mental block seperti itulah yang sering kali menjadi parasit yang menggerogoti semangat kita untuk menulis.

Menulis adalah perkara berlatih. Saya seringkali membaca kalimat ini dalam postingan mbak Gita Ramadhona. Dan saya setuju. Menulis itu adalah perkara berlatih. Tidak ada teori yang benar-benar absolut di dalamnya. kecuali mungkin ejaan, standar tata bahasa dan lain-lain yang memang sudah diatur oleh lembaga khusus di negara ini.

Tapi tentang gaya bahasa, cara menuangkan ide, itu murni tentang selera dan kelihaian penulisnya.Keterampilan itu akan didapatkan dengan banyak latihan. Jika kita ingin menjadi seorang perenang yang andal maka sering-seringlah latihan berenang. Agar tubuh menjadi kuat, sigap dan liat. Jika kita ingin menjadi seorang koki yang hebat, maka sering-seringlah memasak. Racik aneka bumbu dengan berbagai metode dan eksperimen yang disenangi. Hingga kelak, bukan hanya mampu menciptakan makanan lezat, namun juga bisa menjadi penemu untuk resep-resep baru.

Jika kita ingin menjadi seorang penulis yang lihai, maka sering-seringlah menulis. Baca selembar buku, lalu ulas apa yang telah dibaca itu di dua lembar kertas dengan bahasa sendiri. Lihatlah sekeliling, amati apa yang terjadi di alam. Alam takambang jadi guru. Lalu tuliskan segala lintasan kalimat di kepala. Tulis saja tanpa banyak khawatir. Apa saja yang terlintas di kepala saat itu, tuliskan saja. Akan ada masanya nanti di akhir untuk proses editing. Mengubah yang tidak pas, membuang yang tidak perlu dan menambahkan bagian yang dirasa kurang.

Maka kawan, jika engkau ingin menjadi penulis, mulailah menulis dari sekarang. Ambil pena, atau laptop atau note ponsel, di mana saja yang membuatmu merasa nyaman membuat goresan, lalu tuliskan apa yang ada di kepala. Biarkan semua ide dan lintasan kata mengalir bagai air yang menyusuri bagian bumi yang rendah. Tiada yang dapat menghambatnya meski batu besar sekalipun. Ia tetap akan mencari jalan untuk mengalirkan diri, hingga sampai ke muara.Selamat menulis. Selamat Berkarya.

Padang, 21 Februari 2021.

Penulis merupakan Ketua RPI Sumbar.

Related posts