
Oleh : Inggar Saputra
Perjalanan selalu meninggalkan banyak pesan mendalam akan kearifan kehidupan, pentingnya menjaga syukur terhadap nikmat Tuhan dan sarana edukatif-rekreatif bagi keberlangsungan catatan antar generasi di masa depan. Saat ini, Senin dan Selasa, 18 September 2023 kami akan mengunjungi Distrik Nenei, Manokwari Selatan yang menjadi kawasan terpencil dan dikelilingi banyak bukit sehingga menjadi daerah yang cukup sulit dijangkau. Meski begitu ada motor, truk berat dan mobil baik mobil pribadi maupun angkutan desa yang mengantar masyarakat ke distrik tersebut meski harus membayar harga yang cukup mahal sekitar 150 ribu sekali perjalanan dengan jarak tempuh selama satu atau dua jam perjalanan dari Ransiki sebagai kota terdekatnya.
Perjalanan menuju Nenei melewati banyak sekali jembatan, salah satunya jembatan Kalimati yang menghubungkan ruas jalan Oransbari, Ransiki, Mamiworen, Anggi dan Nenei. Dari Ransiki jalan terus, ketika di persimpangan setelah jembatan Kalimati mengambil arah ke kanan, nanti jalanan aspal berganti dengan jalanan bebatuan dan melewati daerah pertambangan pasir dengan truk besar dan peralatan berat lainnya, serta banyak sekali rumah penduduk Nuhuwei yang menjual makanan ringan, bensin eceran dan sirih pinang. Sapaan warga umumnya sangat hangat dengan melambaikan tangan kanan kita ke atas, semacam salam solidaritas antar warga selama di Papua yang menumbuhkan semangat untuk saling mengenal meski berbeda suku dan agama sekalipun. Sepanjang jalan cuaca panas terik tak menyurutkan niat melihat bagaimana kehidupan sosial budaya warga di bawah kaki bukit yang melekat dengan sirih pinang dan gereja sebagai lambang keyakinan mayoritas warga yang umumnya beragama Kristen Protestan.
Setelah melewati kampung, kita akan diajak melewati jalan yang meliuk ke kanan kiri dengan pemandangan sekitarnya banyak sekali tumbuhan dan seketika motor terasa berat karena rute tanjakan yang cukup ekstrem dengan belokan tajam ke kanan dan kiri. Untungnya jalanan mulai kembali beraspal meski kami harus melewati beberapa kubangan air, jalan berbatu, sebelah kanan bukit dengan bermacam-macam tanaman dan sebelah kiri jurang yang dibawahnya terdapat aliran sungai. Drama perjalanan belum usai ketika kami bertemu pertigaan tanpa petunjuk arah yang besar sehingga kami bertanya ke warga setempat arah menuju Nenei apakah melanjutkan perjalanan lurus ke depan atau berbelok ke kiri mengambil arah turunan, yang dijawab seorang warga jika lurus arah ke Anggi sedangkan Nenei berbelok ke kiri.
Setelah berbelok ke kiri, suasana berubah sangat sejuk dengan angin bertiup disertai hawa dingin yang menusuk kulit, perjalanan tetap dilanjutkan dengan kondisi yang melewati tanjakan ekstrem dengan liukan ke kanan kiri yang cukup tajam serta bertemankan aliran sungai di pinggir kanan jalanan yang mengalir deras dengan kesejukan yang alami sekali. Ada pula momentum air terjun dengan aliran air cukup deras di pinggiran jalan menuju Nenei, sebuah pemandangan alam yang rasanya sulit dipercaya jika kita akhirnya menemukan kampung dan sekolah yang luar biasa indahnya di balik bentangan bukit Manokwari Selatan. Serasa menemukan rahasia yang terpendam di balik bukit ketika akhirnya perjalanan yang memakan waktu lama dan kondisi jalan yang ekstrem terbayarkan sudah dengan pemandangan yang indah dengan kecantikan alam luar biasa.
Ketika masuk kampung Benyas, mentari semakin naik meninggi tapi tidak dirasakan panas justru sejuk sekali suasana di kampung ini, di rumah penduduk ada suara berisik seperti orang berkumpul tetapi ketika mendekat hanya ada seorang laki laki warga setempat yang menyambut kami dan mengatakan agar tidak takut sebab itu merupakan suara dari rekaman kaset yang berupa sorak sorai atau teriakan yang direkam. Setelah tidak bertemu guru dan kepala sekolah, kami melanjutkan perjalanan ke SD Sesum dan bertemu pak Bernard, sosok guru yang ikhlas mengabdikan dirinya untuk mendidik dan mengajar anak-anak SD di Kampung Sesum. Sekolah dengan siswa berjumlah kurang lebih 50 orang dengan kondisi sekolah yang berdekatan dengan rumah warga setempat yang merupakan pemukiman ramai penduduk.
Kampung Sesum adalah sebuah kampung di bawah kaki Gunung Arfak dengan keindahan alam yang mempesona dan memanjakan mata, di jalan banyak warga yang menjemur cokelat, mama mama yang memanggul beban ketela dan singkong cukup berat di sepanjang jalan, anak-anak yang berlarian menikmati masa bermain, dan beragam kesibukan pagi warga kampung. Sepanjang jalan yang sudah diaspal hawa kesejukan sangat terasa ditambah gereja dengan tampilan warna yang cukup cerah, hamparan sungai dengan air yang jernih, pepohonan sepanjang kanan dan kiri jalan, rumah warga yang saling berjauhan tetapi tertata dengan baik, serta bentangan rerumputan yang luas. Kondisi jalan yang cukup bagus membuat perjalanan ke kampung Aryawen Moho berjalan lancar dimana kami bertemu Pak Ridwan dan Ibu Debora dari sekolah dasar YPPGI Aryawen Moho, serta ke kampung Nenei yang berjumpa Ibu Rahma dan Bapak Pit Iba selaku guru di SD YPPGI Nenei.
Setelah bertemu kedua pengajar di sekolah tersebut, kami kembali “motoran” ke arah Kampung Hiyou. Berbeda dengan kampung yang lain, jalan setapak adalah cara terdekat menuju kampung Hiyou dengan posisi jalan menanjak sehingga dibutuhkan energi ekstra untuk mencapai gerbang kampung yang ditempuh dalam waktu 10 sampai 20 menit. Setelah masuk gerbang kampung Hiyou suasana perkampungan Papua yang alami dan asri segera tersaji dengan kesibukan masyarakat yang sebagian di rumah dan sebagian bekerja di kebun maupun menuju lokasi kampung lain di bawah. Aliran sungai yang jernih membuat kita rasanya ingin sekali berenang tetapi mengingat kesibukan dan waktu yang terbatas, keinginan itu harus dipendam terlebih dulu. Setelah melewati jalanan kampung yang menanjak dan sungai dengan aliran air jernih dan cukup deras, ada kampung lain yang memisahkan Kampung Hiyou dengan kampung tersebut.
Usai ke Hiyou, kami melanjutkan perjalanan pulang kembali ke Ransiki dengan sepeda motor yang melaju dengan kecepatan sedang dan terkadang harus pelan ketika menemui tanjakan dan jalan menurun yang berbelok tajam. Sampai akhirnya kami bertemu kembali dengan air terjun di pinggiran jalan dengan air yang cukup deras sehingga “menggoda” untuk mandi di bawah guyuran air terjun yang sedingin es. Kesempatan menikmati air terjun dengan suasana hutan yang alami membuat kami bersyukur betapa alam Manokwari Selatan diciptakan Allah SWT sebagai sarana refleksi diri untuk selalu bertafakur menikmati alam yang sungguh indah arsitekturnya. Setelah setengah jam puas mandi di bawah guyuran air terjun Nenei dan badan sudah dirasakan sangat segar luar biasa, kami memutuskan kembali pulang menuju Ransiki.
Quality articles or reviews is the main to interest the users to pay a visit the web page, that’s what this website
is providing.
When someone writes an paragraph he/she retains the idea of a user in his/her brain that how a user can know it.
So that’s why this article is amazing. Thanks!
I used to be able to find good info from your content.