Satu Abad Usia Rembulan NU Bercahaya

  • Whatsapp

Penulis: Hamka Mahmud

Sosok manusia di bumi diperumpamakan dengan benda-benda langit. Matahari itu seperti ayah, ibu adalah bulan dan anak keturunan adalah bintang-bintang. Ayatnya sangat populer yaitu Alquran surah Yusuf di ayat empat. Yang mengisahkan tentang tabir di balik mimpi nabi paling gagah dan paling mulia nasabnya yaitu Nabi Yusuf.

Read More

Pun juga menurut penulis organisasi yang berbasis keagamaan dapat dimisalkan dengan benda-benda langit. Terlebih telah nampak sangat jelas lambang organisasi tersebut menghadopsi benda langit. Baik itu secara maknawi dan filosofis. Contoh Muhummadiyah (1912) melambangkan matahari. Karena itu pula ada pernah satu tulisan menulis berjudul “Muhamadiyah seperti matahari.”

Juga lambang ormas yang lebih muda dengan Muhumadiyah yaitu Mathla’ul Anwar (1916) logonya terdapat bintang dan bulan. Sementara Nahdatul Ulama sekalipun tidak ada gambar bulan secara zahir. Akan tetapi tujuh bintang pada logo lambangnya, menurut penulis adalah bulan yang mengarah pada purnama. Makanya ada satu bintang yang sangat besar di lambang NU tersebut. Itu bulan purnama yang menyinari bumi di bawahnya.

Ia hampir 100 tahun menyinari nusantara. Kala itu belum ada nama Indonesia ketika lahir 31 Januari 1926. Mukmatamar NU tahun ini, menggaungkan tema, “Satu Abad NU”. Tempat Muktamarnya di Surakarta Jawa Tengah. Kalaulah penulis masih seperti dahulu. Aktif menjual buku-buku agama. Maka dapat memastikan turut ada di pemeran yang diadakan di mukmamar.

Seperti Mukmatamar NU kala di Makassar tahun 2010 penulis ikut berkontribusi saat panitia lokal menetapkan biaya sewa stan tidak pernah pikir mahalnya. Tetapi yang penting turut menyukseskan acara. Pada acara itulah penulis bertemu dan sempat bersalaman Ulama Besar mendunia yaitu Syekh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili. Juga ketemu banyak tokoh nasional. Tempatnya di Asrama Haji Sudiang Makassar.

NU Kultural dan NU Struktural.

Dikalangan pengurus NU. Kerap terlontar ungkapan yang sepertinya bertujuan untuk merangkul dan sebagai pengakuan yaitu NU struktural dan NU kultural atau bisa juga diistilahkan NU tulen.

Jikalau dibedah dan dianalisa ungkapan tersebut, maka dapat ditafsirkan yaitu NU kultural adalah seseorang yang di dalam kehidupannya mengamalkan amalan, baik itu amalan fiqhi maupun amalan budaya yang telah menjadi kultur oleh NU.

Seperti contoh NU mengamalkan tradisi perayaan maulid Nabi Muhammad saw. Ini adalah telah menjadi corak bahwa sosok tersebut warga NU secara kultural. Itulah kenapa bereaksi warga NU jika tradisi maulid dianggap bid’ah. Seperti di berita hangat saat ini. Ada sosok muballig salafi, khutbah jumat di Madura. Menyampaikan bahwa pendiri NU KH. Hasyim Asy’ari telah mengangap perayaan maulid bid’ah.

Isi khutbahnya disebar di media sosial dan lalu viral. Da’i muda salafi tersebut harus berurusan dengan massa NU dan aparat desa, hingga direspon bupati. Kemudian menjadi pemberitaan nasional. Lalu ia memohon maaf dan mecabut apa yang telah disampaikan. Ia mengaku bahwa telah khilaf, sebab mengutip sepenggal dan tidak utuh fatwa muasis NU tersebut.

Selain itu, banyak lagi sampel jadi lebel bahwa sosok ini adalah NU kultural. Baca kitab kuning, tahlilan, barazanji. Ini semua adalah tradisi pengamalaan keagamaan yang telah menjadi kultur di kalangan NU.

Sementara itu, pengertian NU struktural. Menurut penulis berdasarkan kata struktur maka dapat dipahami yaitu sosok yang terdaftar dan masuk namanya di dalam struktur organisasi keagamaan Nahdatul Ulama. Baik itu, tingkat ranting, cabang, wilayah dan pusat. Atau terdaftar menjadi anggota pengurus badan otonom NU.

Sekalipun masih belum sepakat dalam penetapan bahwa ini NU kultural dan ini NU struktural. Sebagiana dilansir media daring NU (nuonline). Akan tetapi penulis ingin mengucapkan selamat Hari Lahir (HARLAH) Nahdatul Ulama yang jatuh pada hari ini, 31 Januari 2023.

Begitu pula penulis ucapan selamat pada pengurus NU Kabupaten Maros yang telah dilantik kemarin Ahad, 30 Januari 2023 sekaligus peresmian gedung baru NU oleh Bupati Maros. Pimpinan Cabang NU Maros Drs. KH. Ibnu Hajar Arifin yang menerima mandat adalah sosok personil Da’i Siber Indonesia Polres Maros.

Sehingga itu pula namanya ada di dalam disertasi penulis. Disertasi yang baru saja dinyatakan lulus ujian hasil di kampus UIN Alauddin Makassar, berjudul: “Strategi Da’i Siber Indonesia POLRI dalam Mewujudkan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat di Kabupaten Maros.” Juga pengurus NU Kabupaten Maros yang lain penulis beri ucapan selamat atas pengukuhan dan pelatikannya. Semoga diberkahi Allah subhana wata’ala. Aamin.

NAHDATUL ULAMA TERUSLAH MENJADI BULAN YANG MEMBERI CAHAYA BUMI AGAR SELURUH PENGHUNINYA SELAMAT

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 comment