Dari Harapan sampai Penghiburan: Kebutuhan Manusia di Masa Pandemi

Beautiful landscape of pigeons are flying in Cappadocia pigeon valley, Uchisar, Turkey.

وَلَا تَا۟يْـَٔسُوا۟ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ

“…dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah” (QS. Yusuf: 87)

Selama pandemi ini manusia membutuhkan 5 hal secara bersamaan: harapan, biaya hidup, empati, edukasi, dan penghiburan. Kebutuhan kita akan lima hal ini dapat dilakukan secara bersamaan, antarpribadi, antarkeluarga, antarkomunitas, dan antarmanusia secara umum.

Harapan

Walaupun harapan adalah jualan para politisi atau pejabat–umumnya–akan tetapi itu menjadi senjata masyarakat menghadapi pandemi. Bisa jadi politisi atau pejabat melakukan tindakan sembrono, tapi masyarakat masih tetap berharap. Karena mereka berpikir: bagaimana pun juga, mereka inilah harapan kita.

Harapanlah yang membuat kita terus hidup. Kenapa di masa pandemi orang mau terus beraktivitas dan ikut prokes, itu karena ada harapan bahwa pandemi ini bisa dilawan dengan itu. Harapan yang sangat penting. Menjaga harapan itu harus dilakukan. Pemerintah dan rakyat harus sama-sama menjaga harapan itu, bahwa badai akan berlalu..

Semua kita pasti setuju bahwa hidup adalah anugerah. Tapi “Hidup tidak selalunya indah, langit tak selalu cerah, suram malam tak berbintang, itulah lukisan alam,” demikian lirik Hijjaz, ‘Lukisan Alam’. Di saat-saat sulit, seseorang bahkan mungkin melihat hidup lebih sebagai beban daripada hadiah. Namun, sebagai umat beragama, kita diajarkan untuk tidak putus asa.

قَالَ وَمَن يَقْنَطُ مِن رَّحْمَةِ رَبِّهِۦٓ إِلَّا ٱلضَّآلُّونَ

Artinya: Dia (Ibrahim) berkata, “Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr: 56)

Brendan Street, ahli emotional wellbeing di Nuffield Health berpengalaman 25 tahun, menulis “How to find hope during the pandemic” di laman nuffieldhealth.com (29/4/2021), terkait cara untuk mempertahankan harapan dalam situasi stress dan luar biasa.

Pertama, akuilah kenyataan bahwa selalu ada harapan: Tidak peduli seberapa sulit atau mengerikan situasinya. Kedua, carilah ‘pahlawan harapan’: Temukan seseorang yang menurut Anda menginspirasi dalam hal harapan. Pertukaran Harapan adalah sumber yang bagus untuk ini. Ketiga, mencoba memecahkan masalah: Jika Anda merasa putus asa, ingatlah bahwa membangun harapan dapat dimulai dengan mengambil langkah-langkah kecil, dan terakhir, bagikanlah harapan: Membantu orang lain dapat membuat Anda merasa lebih penuh harapan dalam skala personal atau komunitas.

Biaya hidup

Banyak orang diputus hubungan kerja, usaha terbatasi, orang-orang juga kurang keluar, ekonomi jadi seret. Bagi yang dapat gaji bulanan, itu sedikit ada harapan, akan tetapi yang gajinya berdasarkan kerja harian, itu jadi problem.

Maka, teriakan agar pembatasan sosial (mulai dari PSBB sampai PPKM) jangan dilanjutkan bersemangat pada itu. Atau, pembatasan itu dapat dilanjutkan, tapi kalau bisa ‘biaya hidup kita juga dibantu’. Atau, ‘bansos disalurkan tepat sasaran.’ Manusia butuh biaya hidup tidak hanya buat makan tapi buat bayar listrik, bayar air, dan plus bayar kontrakan.

Jadi, jika ada kesempatan untuk membantu, ada baiknya kita membantu. Bertanya kabar dululah setidaknya. Itu sudah bagus. Itu awal bagi bantuan. Bisa jadi memang orang tidak butuh materi, tapi dia butuh support, bahwa teman-temannya ada untuk dia. Supporting materi penting, non-materi juga tidak kalah penting.

Empati

Masyarakat membutuhkan empati. Ditambah lagi, solidaritas. Ada orang tertentu yang tidak mau meminta, padahal ia butuh. Kita butuh tahu itu. Untuk tahu, kita harus bertanya. Maka, kita perlu bertanya kabar setidaknya pada circle kita yang terdekat.

Saya merasa sedih, banyak orang, mulai dari rakyat biasa sampai dokter, ilmuwan, ulama, dan kawan dekat kita. Pada Juli 2021, kawanku di Bekasi, telah pergi untuk selamanya. Satu, Pak Widodo, alumni antropologi UI yang jadi kepala sekolah, dan satu lagi Bang Irfan Irawan, alumni Darunnajah yang beberapa kali sama-sama buat quiz di grup alumni dengan hadiah buku saya. Rasa sedihnya, karena saya tidak sempat bertanya dan tidak tahu kabar menjelang hari terakhirnya. Dulu waktu rajin share info kegiatan, kadang saya dapat info balik dari teman-teman, tapi ketika kegiatan berkurang, komunikasi jadi berkurang.

Pak Widodo biasa bilang, kalau ia ingin belajar menulis, tapi ia tidak pede. Padahal ia adalah pendiri komunitas seniman di Bekasi. Di acara yang saya hadir sebagai pembicara atau pengundangnya, Pak Widodo biasa hadir–online dan offline. Saat menunggu jurnalis TV One dengan Bang Al Chaidar, kita juga menunggu Pak Widodo untuk ngopi. Dan, ia datang. Waktu saya kirim tulisanku tentang Khabib Nurmagomedov, Pak Wid berkomentar (25/10/2020): “…Khabib seorang petarung yang sangat sayang sama orang tuanya…juga kepada lingkungannya.”

Waktu saya berobat ke dokter BPJS di Jalan Margonda dan posting plang klinik di Whatsapp, saya tulis: “Cek dokter agar dapat wejangan kesehatan. Semoga sehat buat kita semua.” Tak lama, Pak Widodo berkomentar: “Tetap semangat dan sehat Mas Yanuardi” (ditambah dengan tiga emoticon tangan tanda semangat).

Bang Irfan adalah senior saya. Ia angkatan 12, saya 22. Beda 10 tahun. Waktu acara milad Darunnajah, saya sempat ketemu beliau, berfoto sama-sama. Orangnya senang silaturahmi, santun, dan senang guyon. Di kalangan alumni, ia termasuk pioneer dalam menjadi hub antar alumni. Walau saya telat kirim buku hadiah, ia biasa bertanya, dan mengingatkan nama-nama untuk dikirim: Rabiatul Adawiyah, Dr. Hurriyah El-Islamy, M. Syukri Gunawan, Sodik Purnomo, Fadli, SH, Fara Alfaza Daniel (menggantikan Muhamad Soleh Chetel yang sudah punya buku sejenis). Saya juga kirim buku ke Bang Irfan sebagai silaturahmi. Ada semangat yang tinggi untuk silaturahmi dan amanah.

Edukasi

Manusia juga butuh edukasi. Informasi yang berguna. Ilmu yang bermanfaat. Maka, menyebarkan kalam-kalam mulia itu baik sekali, apalagi jika kalam-kalam tersebut tiba dalam kondisi jiwa yang tepat. Edukasi dapat dilakukan mulai dari medsos kita masing-masing. Jangan sebar hoax, jangan sebar ketakutan, apalagi kepanikan.

Bersikap lebih bijaksana dalam menyebarkan sesuatu. Tidak mudah untuk bijaksana di masa sulit, tapi satu kaidah yang bilang ‘Difficult roads often lead to beautiful destinations’ itu betul. Jalan yang sulit seringnya memimpin kita pada destinasi yang indah. Quote bijak Arab bilang: “Tidak ada kenikmatan kecuali setelah kesusahan.”

Seberat apapun masalah, jangan panik. Cooling down dulu, tarik nafas, baca doa, dan mulai mengurai satu-persatu dengan cermat. Kita yakin bahwa ‘tak ada penyakit yang tidak ada obatnya’ dan ‘tidak ada masalah yang tidak ada solusinya.’ Semua ada jalannya. Sikap bijaksana menggunakan segala kapasitas dan potensi sangat kita butuhkan untuk sama-sama hidup kita di masa pandemi.

Penghiburan

Semua manusia, mulai dari kelas bawah sampai menteri butuh hiburan. Seorang miskin yang tak punya tivi mungkin tidak kenal film ‘Ikatan Cinta’, apalagi menikmati filmnya. Bisa jadi karena bayar listriknya susah, atau mungkin tivi-nya sudah dijual. Tapi bagi pejabat–menonton dengan asyik–adalah bagian dari mekanisme adaptasi juga. Saya tidak mau menyalahkan seorang menteri yang asyik nonton. Cuma, di masa pandemi ini posting soal nonton asyik itu tidak peka pada penderitaan rakyat.

Penghiburan bisa bisa dari sesama manusia, tapi bisa juga dari teks-teks agama. Teks agama seperti Al-Qur’an itu jika dibaca akan mendatangkan ketenangan. Maka, siapa yang ingin damai dan tenang maka membaca Al-Qur’an adalah solusinya. Kisah-kisah masa lalu dan doktrin agama jika dihayati akan membuat jiwa tenang dan tercerahkan.

Caring Bridge punya quote: “We are not living in fear. We are living in faith.” Betul. Ada semangat keyakinan di situ, bahwa kita sekarang (idealnya) tidak hidup dalam ketakutan. Untuk itu, maka kita hidup dalam keyakinan pada Tuhan. Walaupun, pada faktanya ketakutan dan harapan sulit untuk dipisahkan begitu saja.

Sarjana Muslim Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (1292-1350) berkata: “Hati, dalam perjalanannya menuju Allah SWT, seperti burung yang kepalanya adalah cinta, dan harapan dan ketakutan adalah dua sayapnya.” Hidup di antara harapan dan ketakutan itu harus dikomandani oleh cinta. Cinta itulah yang membuat kita terhibur.

Sehat untuk semuanya..

Depok, 16 Juli 2021

Related posts