Presentasi Online di Kampus Rusia dan Perancis

Saya merasa beruntung dapat kesempatan presentasi online di kampus Rusia dan Perancis. Di kampus MGIMO University, Moskow, saya membawakan materi berjudul “Friendship of two brothers: Cultural values as a basis for the partnership between Russia and Indonesia” (12/10/2023). Acara ini adalah rangkaian konferensi internasional “Russia and ASEAN in the Asia-Pacific Region: Dynamics of Cooperation, Regional Process, and Global Content.”

Setelah mengisi materi, panitia MGIMO menyampaikan bahwa “…on behalf of the organizing committee, we express our sincere gratitude for your active participation in the conference..” dan satu kalimat berikut juga menarik: “Your presentation aroused genuine interest among the guests and speakers of the event. The importance of the topic you raise was marked by many colleagues. Bisa jadi, kalimat tersebut juga dikirimkan kepada yang lain, akan tetapi saya beruntung mendapatkan hal tersebut.

Read More

Dalam materi tersebut, saya membahas sejarah relasi Indonesia-Rusia yang naik dan turun, mulai dari era kolonial sampai modern. Di era kolonial, misalnya, Belanda pernah memperkenalkan Indonesia sebagai wilayah kolonialnya kepada Rusia sejak 1602. Dalam perjalanan ke Vladivostok, kapal perang Rusia sering singgah di Jawa dan Sumatera. Pada masa Orde Baru, Soeharto tidak begitu dekat dengan Uni Soviet sebab kebijakan anti-komunisme pasca Gerakan 30 September 1965.

Pada 1986, Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev menyebut Indonesia salah satu di antara negara-negara di mana Uni Soviet siap memperluas hubungan. Pada 1989, Soeharto berkunjung ke Moscow untuk kerjasama Indonesia-Soviet. Sedangkan pada era Rusia Modern ditandai dengan Uni Soviet yang bubar pada 1991. Indonesia mengakui Federasi Rusia sebagai legal successor Uni Soviet. Pada 1990an, hubungan Indonesia-Rusia semakin meningkatkan dalam pendidikan, sosial, budaya, ekonomi dan perdagangan.

Itu sedikit paparan awal dalam materi tersebut.

Pada kesempatan yang lain, saya juga beruntung untuk presentasi pada Konferensi Internasional PLURIEL ke-4 bertema “Islam & Fraternity” di Abu Dhabi, Februari 2024. Konferensi ini adalah ‘turunan’ dari dokumen persaudaraan umat manusia untuk perdamaian dunia dan hidup bersama yang dibuat oleh Imam Ahmed Al Tayyeb dan Paus Fransiskus.

Konferensi di Abu Dhabi ini saya tidak bisa hadir secara langsung, akan tetapi mengirimkannya melalui video yang direkam oleh staf Universitas Katholik Lyon, Perancis selama max 20 menit. Dalam presentasi, saya bahas terkait “Human Fraternity in the Islamic Worldview: A Study of the Indonesian Muslim Community”, yakni terkait pandangan komunitas INSISTS terhadap beberapa gagasan besar dalam dokumen tersebut. Saat presentasi, saya hanya fokus bahas satu tema, yakni interfaith dialogue.

Dalam materi tersebut, saya mengutip pendapat Dr. Syamsuddin Arif terkait relasi Islam dan Kristen yang terjadi dalam tiga bagian, yakni: pola polemik-apologetik, konflik konfrontatik dan irenik-persuasif. Masing-masing pola itu terjadi dalam sejarah kedua agama tersebut. Satu hal yang paling relevan dengan dokumen human fraternity adalah yang ketiga, yakni ‘sangat persuasif’, yakni situasi dimana terjadi toleransi penuh, hidup bersama dalam rukun dan damai yang dipraktikkan di zaman Nabi Muhammad hingga zaman sesudahnya, antara di Baghdad dan Andalusia.

Namun, interfaith dialogue tidak menjadi ranah persetujuan INSISTS. Mengikuti Profesor Al Attas yang menolak ide tersebut, komunitas INSISTS, misalnya Dr. Syamsuddin Arif berpandangan bahwa gagasan tersebut termasuk baru, dan tidak ada ayat Al Qur’an yang menyatakan tentang itu. Selain itu, kritik beliau, “Aktivis dialog antar agama tidak menyadari bahwa dialog semacam itu secara halus menggiring mereka pada confusion, kompromisme, sinkretisme, relativisme, dan pluralisme agama sehingga terbentanglah jalan bagi pemurtadan.”

Pada akhir presentasi, saya menyimpulkan bahwa pro-kontra terkait interfaith dialogue adalah wajar, dan untuk itu dibutuhkan studi mendalam terkait bagaimana pandangan Islam terkait dokumen persaudaraan manusia tersebut. Konsep-konsep menarik dalam dokumen human fraternity mendasarkan pada ukhuwah basyariyah bahwa kita semua bersaudara, sama-sama berasal dari nenek moyang yang sama. Saya mengusulkan adanya penjabaran lebih detail terkait isu-isu penting dalam dokumen tersebut agar dapat menjadi studi menarik bagi para peminat.

Dari dua kesempatan presentasi online tersebut saya merasakan pentingnya mempersiapkan diri untuk menjadi presenter di dunia maya. Manajemen waktu tentu saja penting untuk diperhatikan, olehnya itu pointer penting wajib disiapkan. Bagi mereka yang senang berdiskusi, kesempatan untuk menjadi pembicara konferensi internasional terbuka lebar dan menarik untuk diikuti.

Editor: Tim Media RPI

Related posts