
Sekolah adalah salah satu lembaga pendidikan formal yang ada di Indonesia. Sebagai suatu lembaga yang membidangi pendidikan tentu menjadi harapan dan tumpuan dalam menggapai cita-cita bangsa yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Cerdas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah sempurna perkembangan akal budinya.
Setiap sekolah memiliki tujuan yang sama yakni berupaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Jika kita melihat definisi cerdas sesuai dengan KBBI, maka sekolah akan menjadi tempat hidup bagi murid-muridnya. Sebab cerdas yang dimaksud adalah sempurna dalam perkembangan akal dan budinya. Sesuatu yang sempurna tidak akan tercipta dengan waktu sesaat dan sendiri.
Maka dalam upaya menyempurnakan akal dan budi manusia Indonesia, diperlukan sosok pendamping yang membantu manusia Indonesia mencapai kesempurnaannya. Kita sering menyebut sosok itu dengan sebutan guru, atau digugu dan ditiru. Artinya seorang guru akan dijadikan role model dan segala yang mereka lakukan akan ditiru oleh muridnya.
Di sekolah Dasar, sosok guru menjadi sentral dalam keberjalanan pendidikan. Di mana dalam hal ini guru menjadi sosok yang akan selalu dijadikan patokan belajar oleh murid-muridnya. Terlebih sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan formal yang akan memberikannya pondasi dalam bersikap, berperilaku, berpikir dan bertindak dalam hidupnya.
Sosok guru juga akan menjadi ‘jendral’ dalam mengatur proses belajar murid-murid di sekolah dasar. Sehingga guru harus memiliki kemampuan untuk mengajarkan segala hal yang bermakna dalam kehidupan murid-muridnya.
Idealnya guru menyiapkan pembelajaran yang bersentuhan langsung dengan kehidupan murid-muridnya, di mana esensi pelajaran langsung dirasakan dalam kehidupan murid dalam kelas. Namun, banyak kita temui di lapangan jika marwah guru sebagai seorang jendral nampaknya tak terlihat, sebab guru secara tidak langsung dipaksa untuk melengkapi administrasi berupa rencana pembelajaran, catatan kejadian, hingga nilai berupa angka sebagai bukti proses pembelajaran.
Pada akhirnya orientasi guru dalam mengajar bukan hanya mendidik, namun mencapai target nilai angka yang sudah ditentukan. Murid dipaksa harus memenuhi kriteria dalam penilaian agar dianggap cerdas. Kita ketahui bersama, bahwa anak-anak usia sekolah dasar sedang berada di fase pertumbuhan otak sehingga mereka sangat ingin tahu segala hal.
Dalam hal ini, guru yang memiliki amanah mencerdaskan kehidupan bangsa dengan menyempurnakan akal dan budinya guna mempersiapkan bekal untuk kehidupannya di masa mendatang justru membatasi bekal tersebut. Dengan adanya targetan nilai, anak-anak akan dipaksa untuk hanya berpikir sesuai pelajaran. Rasa ingin tahu anak-anak yang luas akan menyempit. Anak-anak akan memahami bahwa mereka cerdas ketika mereka bisa mengulangi materi pelajaran yang sudah diajarkan oleh gurunya di sekolah.
Hal tersebut terjadi sebab masih banyak praktik di mana di dalam kelas, anak sering diberikan pertanyaan sehingga anak akan dinilai cerdas jika mereka bisa menjawab pertanyaan dari gurunya. Jika kita melihat dua sisi, dapat kita pahami bahwa tujuan guru bertanya guna mengetahui sejauh mana pemahaman murid. Namun, di sisi lainnya anak-anak akan berpikir bahwa sekolah adalah tempat belajar dan belajar adalah menjawab pertanyaan bukan menjalani proses pembelajaran.
Hal yang berbahaya jika murid menganggap belajar adalah menjawab, sebab ini akan menjadi pola pikir yang akan melekat hingga masa depannya tiba. Padahal, sekolah sebagai tempat belajar adalah untuk menemukan dan membentuk pola pikir serta perilaku bagi kehidupannya di masyarakat mendatang.
Maka dalam situasi ini guru harus memahami konteks belajar sepanjang hayat, di mana guru pun perlu belajar bukan hanya mengajarkan. Jika guru sudah tidak mau belajar, bagaimana dengan muridnya sebab murid akan melihat dan meniru gurunya.
Selain itu, guru harus memiliki paradigma bahwa sekolah merupakan tempat anak bertanya bukan menjawab pertanyaan. Anak-anak yang memiliki rasa ingin tahu yang luas tentu harus guru wadahi dan fasilitasi dengan memberikan motivasi dan dorongan agar anak selalu bertanya. Banyak anak-anak yang bisa menjawab namun tidak mau bertanya. Guru harus mengubah paradigma anak, bahwa anak cerdas adalah anak yang rajin bertanya karena dengan bertanya akan membuka pintu wawasan yang luas yang akan mempengaruhi pola pikir anak-anak.
Guru boleh bertanya bahkan harus bertanya, namun dengan konteks yang disesuaikan. Berikan keleluasaan bagi anak-anak bertanya. Sebab tugas guru adalah menjawab setiap ketidaktahuan anak-anak dan mengarahkannya pada sesuatu yang ingin mereka ketahui. Sekolah adalah tempat anak-anak belajar, maka sudah sepatutnya anak-anak mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang mereka ajukan, walaupun terkadang di luar konteks pendidikan. Rasa ingin tahu anak-anak yang luas adalah modal mereka dalam membentuk cara berpikir mereka.